Menurut Freud, pada tahap genital pada perkembangan psikoseksual, perhatian seharusnya dialihkan dari masturbasi ke hubungan yang heteroseksual pada masa remaja. Sehingga segala bentuk penyimpangan termasuk homoseksual dikategorikan sebagai kecacatan dan abnormal. Pendapat Freud ini ditentang para ahli modern karena dari berbagai penelitian baik budaya maupun biologi menghasilkan bahwa orang yang homoseks masih dapat menyesuaikan diri, produktif, dan sehat secara psikologis (Kaplan, 1983; Masters & Johnson, 1966).
Jika ditinjau dari segi perkembangan psikoseksual Freud, pada tahap Phallic dimana energi seksual dipusatkan pada alat kelamin, yaitu dengan melakukan masturbasi. Pada tahap ini biasanya anak-anak juga memusatkan diri pada perbedaan antara wanita dan pria. Pada umur enam tahun biasanya seorang anak telah mempunyai identitas gender yang mantap. Oleh karena itu, kasus Rudi diatas jika ditinjau dari segi ini pada waktu ia berada pada tahap Phallic ini tidak menyelesaikannya dengan mantap.
Masalah gay yang dialami Rudi pada masa remajanya dapat dilihat kebelakang sebagai penyebabnya, yaitu penyelesaian masalah identitas gender pada tahap Phallic. Karena sejak kecil Rudi telah dibesarkan oleh ibu tanpa ayah dan tumbuh bersama dua kaka perempuan membuat kekacauan dalam menentukan identitas gender. Dalam hal ini Rudi bukan tidak bisa menentukan apakah ia laki-laki atau perempuan tetapi lebih kepada perasaan Rudi sendiri yang seperti perempuan karena pengaruh pola asuh ibu dan kedekatan dengan kedua saudarinya.
Jika ditinjau dari fase perkembangan Erikson, pada masa remaja akan dijumpai masa identitas vs. kebingungan identitas. Identitas diri tidak hanya berupa penenpatan peran baik di dalam keluarga maupun masyarakat tetapi juga pemahaman akan diri remaja itu terhadap dirinya sendiri. Jika seorang remaja tidak berhasil mengenali dirinya sendiri, seringkali remaja menjadi stres, depresi, sehingga pelampiasannya ke hal-hal yang negatif. Remaja melakukan hal-hal negatif ini untuk mencari identitasnya sendiri. Pada kasus Rudi di atas setelah ia remaja, belum dapat menemukan identitasnya sendiri. karena disis lain sebagai remaja normal biasanya aktivitas seksual menurut Freud akan disalurkan pada kegiatan-kegiatan lain, berupa sekolah, peer group, dan hubungan dengan lawan jenis. Sedangkan disisi lain Rudi adalah seorang laki-laki yang suka pada laki-laki lain, hal ini membingungkan Arman untuk menentukan posisinya sendiri dalam identitas gendernya.
Meneliti sebuah kasus seperti yang dialami oleh Rudi tidak cukup hanya dilihat dari satu segi lain, karena masalah gay ini sendiri sangat kompleks yang melibatkan banyak hal yang saling terkait dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Oleh karena itu kita tidak dapat secara langsung menilai seorang itu gay, penyebabnya, dan akibatnya hanya dari satu pendekatan saja.
Satu hal yang menarik dari kasus Arman di atas adalah hubungan dan pengaruh keluarga. Jiak dilihat dari sejarah keluarga sangat jelas bahwa Arman dibesarkan dilingkungan keluarga yang tidak memiliki figur seorang ayah. Ayah Arman sendiri telah telah meninggal sejak ia masih kecil sehingga ia dibesarkan tanpa sosok ayah yang jelas. Terlebih lagi ia dibesarkan oleh ibu dengan dua saudari sehingga perbedaan pola asuh untuk anak perempuan dan laki-laki tidak jelas dan ia cenderung dibesarkan dengan pola asuh yang sama dengan kedua saudari perempuannya.
Hal ini akan menarik jika ditinjau dari segi sosial-kognitif khususnya dari Albert Bandura. Bandura sendiri mengajukan sebuah konsep yanga memiliki peranan penting dalam kepribadian seseorang, yaitu self-system. Self-system sendiri merupakan proses kognitif yang individu gunakan untuk mempersepsi, mengevaluasi, dan meregulasi pikirannya sendiri agar sesuai dengan ligkungannya dan efektif dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu menurut teori ini, individu tidak hanya dipengaruhi oleh oleh reinforcement yang disediakan oleh lingkungan tetapi juga ada proses internal yang mempengaruhi individu yaitu self itu sendiri.
Model teori Bandura di atas jika dilakukan dengan baik maka tujuan yang ingin dicapai akan berhasil dan sampai pada tujuan. Yang menjadi masalah adalah jika terjadi suatu kesalahan, baik dari reinforcement yang disediakan oleh lingkungan maupun proses self itu sendiri dalam melakukan persepsi, evaluasi dan regulasi yang salah. Jika menilik kembali pada kasus Rudi di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada suatu kesalahan baik dari reinforcement-nya sendiri maupun dari proses persepsi Rudi.
Untuk menanggapi kasus Rudi di atas dapat dilihat dari beberapa bentuk. Pola asuh yang diberikan oleh ibunya telah disalahtanggapi oleh Rudi sehinnga ia sering kali merasa seperti perempuan padahal sebenarnya ia adalah laki-laki. Dalam hal ini terjadi kesalahan dalam menerima reinforcement dari lingkungan. Bentuk yang alin adalah kurangnya reinforcement yang sesuai dari lingkungan. Dalam hal ini ketiadaan sosok seorang ayah membuat ia selalu mencari sosok pria yang ingin ia tiru dan dijadikan sebagai panutan. Karena ketiadaan reinforcement ini dari keluarganya maka ia beralih pada setiap laki-laki yang ia jumpai di lingkungnya. Pertama-tama memang ia hanya ingin mencari sosok pria hanya untuk meniru dan mengagumi saja. Tetapi karena tidak menemukan sosok yang tepat (reinforcement yang tepat) lama-kelamaan rasa ingin menirunya berubah menjadi rasa suka dan rasa lekat (ingin selalu berada di dekat orang yang ia tuju). Perasaan ingin selalu dekat dangan pria yang ia taksir ia melakukan itu sebagai bentuk pengganti dirinya sendiri, yang belum ia temukan sosok pria dlam dirinya sendiri.
Jika berbicara mengenai hambatan pada remaja secara khusus kasus gay di atas akan sulit menetukan dimana letak hambatan itu berada. Hal ini disebabkan tidak ada suatu sikap atau perilaku tertentu yang secara ekstrim memperlihatkan bentuk hambatannya itu sendiri seperti apa. Apalagi jika melihat ke lingkungan secara langsung, seorang gay dapat hidup dan beradatasi dengan baik dan tidak tampak dalam masyarakat. Tetapi hambatan itu sediri ada dan terus bergejolak dalam diri penderitanya. Hambatan yang dialami dapat berupa terganggunya tahapan perkembangan kehidupannya, juga adaptasi dengan lingkungan yang akan terganggu karena reaksi keras masyarakat yang menentang mereka (Herschberger, 1998), sehingga sangat mungkin seorang gay akan dijauhi dan diperlakukan dengan diskriminatif.
Sumber
Davidson, Gerald C. dkk. Psikologi Abnormal. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2002.
Friedman, Howard S. dkk. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern. Erlangga : Jakarta, 2002.
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan. Erlangga : Jakarta, 1980.
Monk, F.J. Psikologi Perkembangan. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta, 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar