Rabu, 09 Maret 2011

|Pengajaran Kontekstual

Contextual Teaching and Learning
Pengertian dan Konsep Dasar CTL
Kata kontekstual ( contextual ) berasal dari kata context yang berarti ” hubungan, konteks, suasana dan keadaan ( konteks ) ”. ( KUBI, 2002 : 519 ). Sehingga Contextual Teaching and Learning ( CTL ) dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Secara umum contextual mengandung arti Yang berkenan, relevan, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikuti konteks. Yang membawa maksud, makna, dan kepentingan.
Pendekatan CTL ini merupakan upaya untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Menurut ( Wiriaatmadja, 2002 : 307-308 ), Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) juga merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. ( Depdiknas, 2003 : 5 ).
Salah satu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran adalah contextual teaching and learning atau juga disebut dengan istilah pendekatan kontekstual (depdiknas, 2002:1), (Nurhadi, Burhan Yasin dan Agus G. Senduk, 2004: 4). Menurut Blanchad (tanpa tahun, versi elektronik) pengerian contextual teaching and learning (CTL):
“Contextual teaching and learning is a conception that halps teachers relate subject matter content to real word situations and motivates their lives as family members, citizens, and workers.”

Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pendekatan CTL diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi kehidupannya nanti. Dalam kelas kontekstual, guru berusaha membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih bannyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Pengetahuan dan ketrampilan diperoleh dengan menemukan sendiri bukan apa kata guru. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide – ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi – strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut ( Depdiknas, 2002 : 4 ).
CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep diatas terdapat tiga hal yang harus kita pahami : Pertama : CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar dioryentasikan pada proses pengalaman secara langsung. Kedua : CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyara, artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga : CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CRL bukan hannya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari – hari
Pada dasarnya bahwa mentode ini bukan lah hal baru, pada abad XX John Dewey memperkenalkan pembelajaran kontekstual, diikuti oleh Kazt (1918), lalu Howey dan Zipher (1989) (Suyatno dan Subandiyah, 2003: 18) filosofi pembelajaran kontekstual didasari oleh teori progresivisme John Dewey dan teori kognitif. Menurut teori kontuktivisme, siswa belajar dengan baik bila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang mereka telah ketahui, dan proses belajar akan produktif bila siswa terlibat aktif dalam proses belajar disekolah.
Menurut Nurhadi, dkk, (2004:8) pokok-pokok pandangan kontruktivisme antara lain:
a. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkontruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru
b. Anak harus harus bebeas agar berkembang secara wajar
c. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar
d. Guru sebagai pembimbing dan peneliti
e. Harus ada kerja sama antar sekolah dan masyarakat
f. Sekolah progresif harus merupakan laboraturium untuk melakukan eksperimen
Pembelajaran contekstual bila dibandingkan dengan pembelajaran tradisonal terdapat beberpa perbedaan, hal ini dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1
Perbedaan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran tradisional

No.
PENDEKATAN CTL
PENDEKATAN TRADISIONAL
1.Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
Siswa adalah penerima informasi secara pasif.
2.Siswa belajar dari temen melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi.
Siswa belajar secara individual.
3.Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
4.Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
Perilaku dibangun atas kebiasaan.
5.Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
6.Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri.
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai (angka) rapor.
7.Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar itu keliru dan merugikan
Seseorang tidak melakukan yang jelek dia takut hukuman.
8.Bahasa yang diajarkan dengan pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata.
Bahasa diajarkan dengan pendekatan struktural, rumus diterangkan sampai paham, kemudian dilatih (drill).
9.Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa.
Rumus itu ada diluar diri siswa, yang harus diterangkan, diterima, dihafal dan dilatih.
10.Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan skemata siswa (on going prosecess of development)
Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang). Hanya ada dua kemungkinan, yaitu pemahaman rumus yang salah atau pemahaman rumus yang benar.
11.Siswa menggunakan kemampuan berfikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggung jawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran.
Siawa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, menghafal), tanpa memberikan konstribusi ide dalam proses pembelajaran.
12.Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya.
Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada diluar diri manusia.
13.Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang (tentative and incomplete)
Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.
14.Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing.
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
15.Penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan.
Pemebelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.
16.Hasil belajar diukur dengan berbagai cara; proses kerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes dll.
Hasil belajar diukur hanya dengan tes.
17.Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting.
Pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
18.Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek.
Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek.
19.Perilaku baik berdasar motivasi intrinsik
Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
20.Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat.
seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menyenagkan.

2. Strategi pembelajaran CTL
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring). Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
Menurut Blanchard, ciri-ciri kontekstual: 1) Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan dalam berbagai konteks 3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat belajar mandiri. 4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam kelompok atau secara mandiri. 5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. 6) Menggunakan penilaian otentik
Disamping itu pula bahwa CTL merupakan suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep diatas terdapat tiga hal yang harus kita pahami: Pertama : CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar dioryentasikan pada proses pengalaman secara langsung. Kedua: CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyara, artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga : CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CRL bukan hannya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari – hari.
3. Karakteristik Pembelajaran dengan CTL
1) Kerja sama
2) Saling menunjang
3) Menyenangkan, tidak membosankan
4) Belajar dengan bergairah
5) Pembelajaran terintegrasi
6) Menggunakan berbagai sumber
7) Siswa aktif
8) Sharing dengan teman
9) Siswa kritis guru kreatif
10) Dinding kelas & lorong-lorong penuh hasil karya siswa, peta-peta, gambar-gambar, artikel, humor, dll.
11) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi juga hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dll.
4. Komponen CTL
Pada pembelajaran kontekstual (contekstual teaching and learning), ada tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yaitu: Cuntructivism, Inquiri, Quistioning, learning commonity, modelling, reflection, dan Authentic assessment (Depdiknas, 2002: 10-19) antara lain sebagai berikut:
1) Konstruktivisme (construktivism)
Konstruktivisme (constructivisvism) merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar, itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses "menkonstruksi" bukan "menerima" pengetahuan. dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Landasan berfikir konstruktivisme agak berbeda dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih menekankan pada hasil pembelajaran.
Dalam pandangan konstruktivis, straegi "memperoleh" lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.
Untuk itu, tugas guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan :
(a). Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (b) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan (c) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
2) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Topik mengenai adanya dua jenis binatang melata, sudah seharusnya ditemukan sendiri oleh siswa, bukan "menurut buku"
Siklus inkuiri :
a. Obsevasi (Observation)
b. Bertanya (questioning)
c. Mengajukan dugaan (Hyphotesis)
d. Pengumpulan data (Data gathering)
e. Penyimpulan (Conclussion)
Apakah hanya pada pelajaran IPA inkuiry itu bisa bias diterapkan? Jawabanya, tentu "Tidak". Inkuiri dapat diterapkan pada semua bidang studi; bahasa Indonesia (menemukan cara menulis pragraph deskripsi yang indah); IPS (membuat sendiri bagan silsilah raja-raja Majapahit); PPKN (menemukan perilaku baikdan perilaku buruk sebagai warga Negara). kata kunci dari strategi inkuiri adalah "siswa menemukan sendiri"
Langkah-langkah kegiatan menemukan (inkuiri) :
a. Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun)
b. Mengamati atau observasi
c. Menganalsis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya
d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain
3) Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari "bertanya". Sebelum tahu kota Palu, seseorang bertanya "Mana arah kota Palu? Questioning merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek ynag belum diketahuinya,
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk :
a. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
b. Mengecek pemahaman siswa
c. membangkitkan respon kepada siswa
d. mengetahui sejauh mana keinginantahuan siswa
e. mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
f. menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
g. untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
h. untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Ketika seorang anak baru belajar meraut pensil dengan peraut elektronik, ia bertanya kepada temannya "Bagaimana caranya? tolong bantu aku!" Lalu temannya yang sudah biasa, menunjukkan cara mengoperasikan alat itu. Maka, dua orang anak itu sudah membentuk masyarakat belajar (learning community).
Hasil belajar diperoleh dari "sharing" antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di ruang ini, di kelas ini, di sekitar sini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semua adalah anggota masyarakat-belajar.
Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.
5) Pemodelan (Modelling)
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa Inggris, dan sebaginya. Atau, guru memberi contoh cara mengerjakan sesuatu. Dengan begitu, guru memberi model tentang "bagaimana cara belajar"
Dalam pendekatan CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk memberikan contoh temannya cara melafalkan suatu kata. Jika kebetulan ada siswa yang pernah memenangkan lomba baca puisi atau memenangkan kontes berbahasa Inggris, siswa itu dapat ditunjuk untuk mendemonstrasikan keahliannya. Siswa "contoh" tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat menggunakan model tersebut sebagai "standar" kompetensi yang harus dicapainya.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi juga bagian penting dalam pembelejaran dengan pendekatan CTL. Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Rfleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung "Kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah, ya! Mestinya, dengan cara yang baru saya pelajari ini, file komputer lebih tertata".
Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses. Pengetahuan dimiliki siswa diperluas melalui konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya.
7) Penilaian Yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir priode (cawu/semester) pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti) EBTA/EBTANAS, tetapi dilakukan bersama dengan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan
5. Implementasi pembelajaran CTL
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning) masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. Dan, untuk melaksanakan hal itu tidak sulit. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya adalah berikut ini.
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
b. Sendiri,
c. Menemukan sendiri, dan mengkostruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
d. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
e. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
f. Ciptakan 'masyarakat belajar' (belajar dalam kelompok-kelompok).
g. Hadirkan 'model' sebagai contoh pembelajaran.
h. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
i. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Menurut Zahorik (1995:14-22) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual di Sekolah Dasar, yaitu :
1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (1) konsep sementara (hypotesis), (2) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
4) Mepraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Oleh karena itu ada tiga hal yang perlu dipahami dalam pelaksanaan pembelajaran CTL yaitu:
1) CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. Proses belajar dalam CTL tidak hanya mengharapkan siswa menerima pelajaran saja, tetapi mengutamakan proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sehingga proses belajar diorentasikan pada proses pengalaman secara langsung.
2) CTL mendorong siswa menemukan hubungan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi kehidupan nyata. Dalam hal ini siswa dituntut menangkap hubungan antar pengalamn belajar di sekolah dengan kehidupan nyata dengan maksud agr siswa dapat mencari korelasinya sehingga materi pelajaran yang didapat akan lebih baik bermakna secara fungsional. Lebih dari itu materi yang didapatkan akan tertanam kiat di benak siswa.
3) CTL mendorong siswa menerapkan konsep dalam kehidupan. Dalam hal in dapat dimaknai bahwa materi yang telah didapat siswa bukan hanya sebagai konsep yang ada diingatan saja, tetapi materi yang telah dipelajari dan didapatkan diharapkan dapt dilaksanakan dan digunakan dalam kehidupan sehri-hari. Wina Sanjaya (2005: 209)
A. Kajian hasil penelitian yang relevan
Nurhadi (2002,h.5) mengemukakan,“Pembelajaran konstektual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, permodelan dan penelitian sebenarnya”
Erman Suherman (2003, h. 3) mengemukakan, “Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Leaning, CTL) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan, berdialog, atau tanya jawab) kejadian pada dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa kemudian diangkat ke dalam konsep yang dibahas”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan konstektual memberikan penekanan pada penggunaan berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan, permodelan, informasi dan data dari berbagai sumber. Dalam kaitan dengan evaluasi, pembelajaran dengan konstektual lebih menekankan pada authentik assesmen yang diperoleh dari berbagai kegiatan.Pendekatan kontekstual dalam buku Pendekatan Kontekstual yang diterbitkan oleh DEPDIKNAS tahun 2002, Pembelajaran Kontekstual (contextual Teching and Leaning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Joshua (2003, h. 2) mengemukakan : “Pembelajaran konstektual adalah suatu konsep tentang pembelajaran yang membantu guru-guru untuk menghubungkan isi bahan ajar dengan situasi-situasi dunia nyata serta penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja serta terlibat aktif dalam kegiatan belajar yang dituntut dalam pelajaran” Pendekatan kontekstual ini merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa dan mendorong siwa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Tugas guru dalam kelas kontekstual ini adalah membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan srtategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Pendekatan kontekstual ini perlu diterapkan mengingat bahwa sejauh ini pendidikan masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal.

Selasa, 08 Maret 2011

Ciri-Ciri Pria Gay

Agar Anda tidak terjebak dalam hubungan yang tidak mungkin berhasil kenali tanda-tanda pria gay.

1. Gemar memakai riasan
Perhatikan wajah pria tersebut apakah terlihat menggunakan riasan. Tentu hal ini tidak berlaku jika profesinya menuntutnya untuk menggunakan riasan. Saat ia sedang menghabiskan waktu dengan Anda atau berkumpul dengan teman-teman untuk bersantai biasanya ia akan tetap menggunakan riasan meskipun tipis.

Bisa menggunakan blush on waran nude atau pelembab bibir berwarna. Ingatlah, tidak ada pria normal yang akan menggunakan riasan saat sedang mendekati wanita incarannya.

2. Tanpa sadar sering mengagumi pria
Saat pergi bersama ia tanpa sadar sering mengagumi pria. Matanya bisa tiba-tiba memperhatikan pria lain meskipun ia sedang berbicara atau menggandeng tangan Anda. Jika ada pria yang menarik baginya, ia akan memperhatikan pria tersebut dengan seksama.

3. Terlihat mesra dengan teman prianya
Perhatikan cara dia berinteraksi dengan teman lelakinya. Gaya pertemanannya seperti wanita, mereka bisa berpelukan, cium pipi kanan dan kiri. Meskipun laki-laki normal juga bisa melakukannya, Anda akan bisa membaca dari gerak tubuhnya.

4. Pernah mengajak Anda ke klub atau komunitas gay
Anda diberikan kejutan dengan tiba-tiba dengan diajak pergi bersamanya ke tempat yang belum diketahui. Sesampainya di sana Anda bingung karena banyak pria yang berpasang-pasangan. Jika Anda kaget dan bertanya padanya, ia akan pura-pura tidak tahu.

Lebih lanjut tentang: Ciri-Ciri Pria Gay

Rabu, 02 Maret 2011

Kompleksitas yang terjadi pada seorang Gay

Homoseksualitas telah dihapuskan pada DSM-IV-TR dan tidak dicantumkan sebagai penyimpangan seksual serta tidak didefinisikan secara jelas pada satu kategori. Walaupun sampai sekarang topik tentang homoseksualitas tetap ramai dibahas dan selalu memunculkan kontroversi tersendiri. Hal ini terjadi karena banyak penelitian menyebutkan bahwa orang-orang yang homoseks dalam hidup dengan normal tanpa ada gangguan.
Menurut Freud, pada tahap genital pada perkembangan psikoseksual, perhatian seharusnya dialihkan dari masturbasi ke hubungan yang heteroseksual pada masa remaja. Sehingga segala bentuk penyimpangan termasuk homoseksual dikategorikan sebagai kecacatan dan abnormal. Pendapat Freud ini ditentang para ahli modern karena dari berbagai penelitian baik budaya maupun biologi menghasilkan bahwa orang yang homoseks masih dapat menyesuaikan diri, produktif, dan sehat secara psikologis (Kaplan, 1983; Masters & Johnson, 1966).
Jika ditinjau dari segi perkembangan psikoseksual Freud, pada tahap Phallic dimana energi seksual dipusatkan pada alat kelamin, yaitu dengan melakukan masturbasi. Pada tahap ini biasanya anak-anak juga memusatkan diri pada perbedaan antara wanita dan pria. Pada umur enam tahun biasanya seorang anak telah mempunyai identitas gender yang mantap. Oleh karena itu, kasus Rudi diatas jika ditinjau dari segi ini pada waktu ia berada pada tahap Phallic ini tidak menyelesaikannya dengan mantap.
Masalah gay yang dialami Rudi pada masa remajanya dapat dilihat kebelakang sebagai penyebabnya, yaitu penyelesaian masalah identitas gender pada tahap Phallic. Karena sejak kecil Rudi telah dibesarkan oleh ibu tanpa ayah dan tumbuh bersama dua kaka perempuan membuat kekacauan dalam menentukan identitas gender. Dalam hal ini Rudi bukan tidak bisa menentukan apakah ia laki-laki atau perempuan tetapi lebih kepada perasaan Rudi sendiri yang seperti perempuan karena pengaruh pola asuh ibu dan kedekatan dengan kedua saudarinya.
Jika ditinjau dari fase perkembangan Erikson, pada masa remaja akan dijumpai masa identitas vs. kebingungan identitas. Identitas diri tidak hanya berupa penenpatan peran baik di dalam keluarga maupun masyarakat tetapi juga pemahaman akan diri remaja itu terhadap dirinya sendiri. Jika seorang remaja tidak berhasil mengenali dirinya sendiri, seringkali remaja menjadi stres, depresi, sehingga pelampiasannya ke hal-hal yang negatif. Remaja melakukan hal-hal negatif ini untuk mencari identitasnya sendiri. Pada kasus Rudi di atas setelah ia remaja, belum dapat menemukan identitasnya sendiri. karena disis lain sebagai remaja normal biasanya aktivitas seksual menurut Freud akan disalurkan pada kegiatan-kegiatan lain, berupa sekolah, peer group, dan hubungan dengan lawan jenis. Sedangkan disisi lain Rudi adalah seorang laki-laki yang suka pada laki-laki lain, hal ini membingungkan Arman untuk menentukan posisinya sendiri dalam identitas gendernya.
Meneliti sebuah kasus seperti yang dialami oleh Rudi tidak cukup hanya dilihat dari satu segi lain, karena masalah gay ini sendiri sangat kompleks yang melibatkan banyak hal yang saling terkait dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Oleh karena itu kita tidak dapat secara langsung menilai seorang itu gay, penyebabnya, dan akibatnya hanya dari satu pendekatan saja.
Satu hal yang menarik dari kasus Arman di atas adalah hubungan dan pengaruh keluarga. Jiak dilihat dari sejarah keluarga sangat jelas bahwa Arman dibesarkan dilingkungan keluarga yang tidak memiliki figur seorang ayah. Ayah Arman sendiri telah telah meninggal sejak ia masih kecil sehingga ia dibesarkan tanpa sosok ayah yang jelas. Terlebih lagi ia dibesarkan oleh ibu dengan dua saudari sehingga perbedaan pola asuh untuk anak perempuan dan laki-laki tidak jelas dan ia cenderung dibesarkan dengan pola asuh yang sama dengan kedua saudari perempuannya.
Hal ini akan menarik jika ditinjau dari segi sosial-kognitif khususnya dari Albert Bandura. Bandura sendiri mengajukan sebuah konsep yanga memiliki peranan penting dalam kepribadian seseorang, yaitu self-system. Self-system sendiri merupakan proses kognitif yang individu gunakan untuk mempersepsi, mengevaluasi, dan meregulasi pikirannya sendiri agar sesuai dengan ligkungannya dan efektif dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu menurut teori ini, individu tidak hanya dipengaruhi oleh oleh reinforcement yang disediakan oleh lingkungan tetapi juga ada proses internal yang mempengaruhi individu yaitu self itu sendiri.
Model teori Bandura di atas jika dilakukan dengan baik maka tujuan yang ingin dicapai akan berhasil dan sampai pada tujuan. Yang menjadi masalah adalah jika terjadi suatu kesalahan, baik dari reinforcement yang disediakan oleh lingkungan maupun proses self itu sendiri dalam melakukan persepsi, evaluasi dan regulasi yang salah. Jika menilik kembali pada kasus Rudi di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada suatu kesalahan baik dari reinforcement-nya sendiri maupun dari proses persepsi Rudi.
Untuk menanggapi kasus Rudi di atas dapat dilihat dari beberapa bentuk. Pola asuh yang diberikan oleh ibunya telah disalahtanggapi oleh Rudi sehinnga ia sering kali merasa seperti perempuan padahal sebenarnya ia adalah laki-laki. Dalam hal ini terjadi kesalahan dalam menerima reinforcement dari lingkungan. Bentuk yang alin adalah kurangnya reinforcement yang sesuai dari lingkungan. Dalam hal ini ketiadaan sosok seorang ayah membuat ia selalu mencari sosok pria yang ingin ia tiru dan dijadikan sebagai panutan. Karena ketiadaan reinforcement ini dari keluarganya maka ia beralih pada setiap laki-laki yang ia jumpai di lingkungnya. Pertama-tama memang ia hanya ingin mencari sosok pria hanya untuk meniru dan mengagumi saja. Tetapi karena tidak menemukan sosok yang tepat (reinforcement yang tepat) lama-kelamaan rasa ingin menirunya berubah menjadi rasa suka dan rasa lekat (ingin selalu berada di dekat orang yang ia tuju). Perasaan ingin selalu dekat dangan pria yang ia taksir ia melakukan itu sebagai bentuk pengganti dirinya sendiri, yang belum ia temukan sosok pria dlam dirinya sendiri.
Jika berbicara mengenai hambatan pada remaja secara khusus kasus gay di atas akan sulit menetukan dimana letak hambatan itu berada. Hal ini disebabkan tidak ada suatu sikap atau perilaku tertentu yang secara ekstrim memperlihatkan bentuk hambatannya itu sendiri seperti apa. Apalagi jika melihat ke lingkungan secara langsung, seorang gay dapat hidup dan beradatasi dengan baik dan tidak tampak dalam masyarakat. Tetapi hambatan itu sediri ada dan terus bergejolak dalam diri penderitanya. Hambatan yang dialami dapat berupa terganggunya tahapan perkembangan kehidupannya, juga adaptasi dengan lingkungan yang akan terganggu karena reaksi keras masyarakat yang menentang mereka (Herschberger, 1998), sehingga sangat mungkin seorang gay akan dijauhi dan diperlakukan dengan diskriminatif.
Sumber
Davidson, Gerald C. dkk. Psikologi Abnormal. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2002.
Friedman, Howard S. dkk. Kepribadian Teori Klasik dan Riset Modern. Erlangga : Jakarta, 2002.
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan. Erlangga : Jakarta, 1980.
Monk, F.J. Psikologi Perkembangan. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta, 2002.

Senin, 28 Februari 2011

Gay Ternyata Facebooker Aktif dan Pembaca Blog Setia

Penyuka sesama jenis, entah gay atau lesbi, ternyata merupakan pembaca blog yang aktif ketimbang orang-orang heteroseksual. Bahkan mereka lebih mudah bergabung menjadi anggota jejaring sosial.
Dilansir melalui Straits Times, Rabu (14/7/2010), sebuah survei yang dilakukan oleh Harris Interactive menemukan jika 54 persen dari total responden yang mengaku gay dan lesbi adalah pembaca blog, dibanding responden heteroseksual yang hanya 40 persen saja yang mengaku pembaca blog aktif.
Survei nasional Harris Interactive melibatkan 2.412 orang dewasa di AS. 271 orang di antaranya mengidentifikasi diri sebagai gay atau lesbian. Survei ini dilakukan pada 14 hingga 21 Juni lalu.
Tiga puluh enam persen dari kaum gay dan lesbian yang disurvei mengatakan mereka membaca berita dan peristiwa dari blog, sedangkan orang dewasa heteroseksual yang melakukan hal tersebut hanya 25 persen.
Dua puluh lima persen dari gay dan lesbian mengatakan mereka membaca hiburan dan budaya pop dari blog dibandingkan dengan 16 persen dari heteroseksual. Sedangkan 22 persen mengatakan mereka membaca blog politik dibandingkan dengan hanya 14 persen dari heteroseksual yang membaca berita politik di blog.
Blog terkait wisata dan travel juga lebih populer di kalangan kaum gay dan lesbian, dimana sekira 16 persen dari mereka mengaku menjadi pembaca setia blog travel, ketimbang heteroseksual yang hanya delapan persen.
Sebanyak 73 persen dari gay dan lesbian mengatakan mereka adalah anggota Facebook, dibandingkan dengan 65 persen dari heteroseksual. Sedangkan gay yang memiliki akun MySpace hanya 32 persen dibandingkan 22 persen yang heteroseksual. Gay dan lesbian juga milik akun LinkedIn dalam jumlah yang lebih besar dari rekan-rekan heteroseksual mereka, masing-masing 22 persen dan 16 persen.
Dalam survei yang sama, sekira 29 persen dari kaum gay dan lesbian mengatakan mereka menggunakan layanan mikroblogging Twitter dibandingkan dengan 15 persen responden heteroseksual.
Bahkan, 50 persen dari kaum gay dan lesbian mengatakan mereka mengunjungi situs jaringan sosial sedikitnya sekali sehari dibandingkan dengan 41 persen responden heteroseksual.

Menghaluskan Kulit Muka Dengan Bahan Sederhana

Kulit muka yang halus merupakan idaman setiap orang. Untuk itu dibutuhkan perawatan yang telaten dan teratur. Dan itu tidak selalu harus dilakukan di salon kecantikan.
Di rumah pun Anda dapat melakukannya sendiri dengan bahan sederhana yang mudah didapat dan murah seperti resep yang kami sajikan ini.
Selain itu biasakan selalu membersihkan muka dengan susu pembersih sebelum tidur malam kalau tidak ada bisa gunakan air hangat.
Seminggu sekali pakailah lulur untuk menghilangkan kotoran yang melekat serta mengganti kulit air.
Bila Anda bekerja atau olahraga di bawah terik sinar matahari juga jangan lupa mengoleskan krem pelindung supaya sinarnya yang terik tidak langsung menyengat kulit kita.
JERUK NIPIS
Ambil jeruk nipis lalu belahlah menjadi dua bagian. Gosokkan pada kulit muka secara perlahan. Lakukan ini terutama bagi Anda yang memiliki kulit jenis berminyak.
PISANG AMBON
Pisang ambon juga dapat digunakan untuk menghaluskan kulit, ambl pisang ambon yang masak kemudian lembutkan. Olesi dengan menggunakan punggung sendok ke seluruh permukaan kulit dengan agak ditekan.
PUTIH TELUR
Putih telur ayam kampung dapat digunakan sebagai masker yang juga berguna untuk menghaluskan kulit muka. Oleskan ke seluruh permukaan kulit kecuali daerah sekitar mata. Biarkan sampai mengeras lalu seka dengan air suam-suam kuku.
MADU
Madu yang asli sangat baik untuk menghaluskan kulit muka. Ambil madu secukupnya, oleskan ke muka. Urut kulit muka dari bawah ke atas. Diamkan selama 15 menit lalu cuci muka dengan air dingin.
TOMAT
Tomat pun dapat dijadikan masker. Lumatkan tomat hingga lembut. Ratakan ke permukaan muka dengan alat kuas khusus untuk masker.
Biarkan selama 20 menit. Seka dengan air hangat. Kemudian bilas dengan air dingin agar pori-pori mengecil.

Tips Memperbanyak Sperma

Sperma yang banyak merupakan satu tanda sistem reproduksi yang sehat.

Tidak diragukan memiliki air mani dan sperma yang lebih banyak menghasilkan orgasme lebih lama, termasuk meningkatnya hasrat seks. Jika Anda ingin menyirami pasangan dengan cinta sekaligus menjadi seorang calon ayah.

Berikut tips untuk memperbaiki dan meningkatkan jumlah sperma.

** Berhentilah merokok mulai dari sekarang. = Jika Anda seorang perokok saat ini, berhentilah. Selain menyebabkan napas tak sedap, merokok juga dapat memengaruhi jumlah sperma. Penelitian menujukan perokok memiliki jumlah sperma lebih kecil dibanding pria yang tidak merokok.

** Sebisa mungkin menghindari memakai celana dalam, celana ketat dan panas. = Testis perlu memiliki suhu lebih sejuk dibanding bagian tubuh lain karena itu memakai celana dalam atau celana panjang ketat akan mengakibatkan suhu di sekitarnya panas. Sedapat mungkin usahakan tidak mengenakan celana dalam sewaktu tidur untuk menjaga suhu tetap sejuk.

** Mulailah dengan pola makanan makanan yang tepat. = Diyakini atau tidak, pola makan akan memengaruhi produksi sperma. Cobalah makan makanan rendah lemak, berprotein tinggi, sayuran dan seluruh jenis padi-padian yang baik bagi kesehatan.

** Jangan terlalu sering berhubungan intim dan masturbasi. = Banyak pria mengeluhkan air mani mereka sedikit dan encer. Semakin banyak ejakulasi, semakin berkurang kekentalan air mani tersebut. Jika Anda melakukan hubungan intim setiap hari atau lebih buruk lagi masturbasi akan berpengaruh pada jumlah sperma dan kekentalan air mani itu sendiri.

** Bagi anda pecinta minuman beralkohol. = Hal ini dapat memengaruhi fungsi liver yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan tingkat estrogen. Jumlah estrogen yang tinggi dalam tubuh akan memengaruhi produksi sperma. Sebaiknya hentikan minum alkohol mulai saat ini apabila Anda tidak ingin kehilangan jumlah produksi sperma.

** Mencoba suplemen alami dan tradisonal. = Obat-obatan buatan pabrikan mungkin bisa menghalangi produksi sperma, sementara suplemen alami diyakini dapat meningkatkan produksi sperma, seperti L-carnitine yang ditemukan dalam daging merah. Selain itu, susu merupakan asam amino alami yang dapat meningkatkan produksi sperma.
Folic acid atau asam folat ketika digabung dengan seng dapat meningkatkan produksi sperma, L-arginine yang ditemukan dalam kacang-kacangan, telur, daging, dan wijen juga memiliki khasiat yang sama, termasuk vitamin E dan selenium yang dapat memperbaiki kecepatan dan konsentrasi sperma.

** Jangan mengkomsumsi obat-obatan seperti mariyuana dan obat anti jamur. = Mungkin bisa menghalangi produksi sperma. Sementara suplemen alami diyakini dapat meningkatkan produksi sperma seperti L-carnitine yang ditemukan dalam daging merah dan susu merupakan asam amino alami yang dapat meningkatkan produksi dan kecepatan sperma.

Jadi, jangan buang-buang sperma atau anda akan mengalami disfungsi ereksi.
Silahkan mencoba tips-tips diatas.

Minggu, 27 Februari 2011

Sejarah Gay dan Waria Dari Dulu Hingga Sekarang

Anda mungkin sudah sering sekali mendengar kata Waria/ banci, tetapi sudahkah anda tahu arti dari kata tersebut dan dari manakah waria / banci berasal?, dan pernahkah hal tersebut terlintas dipikiran anda?. Coba anda simak artikel saya di bawah ini.

Sejarah
Sebenarnya kita tidak tahu sejak kapan tepatnya penyimpangan gender terjadi, akan tetapi sejak dahulu manusia memang sudah melakukan penyimpangan atau penyeberangan gender serta manjalin hubungan antara sesama jenis. Penyimpangan gender dan hubungan sesama jenis sudah sering dibahas di dalam kitab suci, dan cerita sejarah.

Dalam berbagai penelitian yang dilakukan, peristiwa atau lokasi kejadian diazabnya umat Luth AS ini adalah di Kota Sodom, di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Laut Mati atau di danau Luth yang terletak di perbatasan antara Israel dan Yordania.

Ajakan Nabi Luth ini justru ditolak oleh umatnya. Bahkan, tatkala Allah SWT mengutus dua orang malaikat dalam wujud manusia kepada Nabi Ibrahim dan Luth (QS Adz-Dzaariyaat [51]: 32, Hud [11]: 62-81), mereka malah meminta Luth untuk menyerahkan kedua tamunya itu untuk dinikahkan kepada mereka. Lalu, Allah menghancurkan umat Luth ini akibat perbuatannya.

PEnyimpangan Seksual ini juga terjadi di kota Pompei, Italia.Tercatat dari sejarah dan bekas - bekas mayat yang tertinggal karena letusan gunung Vesuvius, Mayat - Mayat yang telah menjadi fosil itu ditemukan saat berhubungan badan dengan sesama jenis.


Pada tahun 1869, dokter Dr K.M. Kertbeny yang berkebangsaan Jerman-Hongaria menciptakan isitilah homoseks atau homoseksualitas. Homo sendiri berasal dari kata Yunani yang berarti sama, dan seks yang berarti jenis kelamin. Istilah ini menunjukkan penyimpangan kebiasaan seksual seseorang yang menyukai jenisnya sendiri , misalnya pria menyukai pria atau wanita menyukai wanita.

Pada abad ke 20 semakin banyak homo atau bahasa gaulnya Maho-maho bermunculan, sehingga munculnya komunitas homoseksual di kota-kota besar di Hinda-Belanda sekitar pada tahun 1920an.

1968
Sekitar pada tahun 1968 mulai dikenal isitilah wadam yang diambil dari kata hawa dan adam. Kata wadam menunjukkan seseorang pria yang mempunyai prilaku menyimpang yang bersikap seperti perempuan.

1969
Pada tahun 1969 di New York, Amerika berlangsung Huru-hara Stonewall ketika kaum waria dan gay melawan represi polisi yang khususnya terjadi pada sebuah bar bernama Stonewall Inn. Perlawanan ini merupakan langkah awal dari Waria dan Gay, dalam mempublikasikan keberadaan mereka.

Pada tahun yang sama mulai muncul organisasi Wadam yang bernama Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD). Organisasi tersebut merupakan organisasi Waria pertama di Indonesia yang terletak di Jakarta. Organisai tersebut berdiri dan difasilitasi oleh Gubernur DKI Jakarta Raya, Ali Sadikin.

1978
International Lesbian and Gay Association OLGA) berdiri di Dublin, Irlandia


±1980:

Istilah wadam diganti menjadi waria karena keberatan sebagian pemimpin Islam, karena mengandung nama seorang nabi, yakni Adam a.s.

1981:
Munculnya gejala penyakit baru yang kemudian dinamakan AIDS. Penyakit ini pertama kali ditemukan di kalangan gay di kota kota besar Amerika Serikat, Kemudian ternyata diketahui bahwa HIV adalah virus penyebab AIDS. Penularan HIV / AIDS pertama kali ditularkan melalui hubungan seks anal antara laki laki.

1982 - sekarang
Pada tahun 1982 muncullah Organisasi gay terbuka, yang merupakan organisasi Gay terbuka yang pertama di Indonesia, setelah itu diikuti dengan organisasi lainnya seperti : Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY) (Indonesian Gay Society (IGS)), dan GAYa NUSANTARA (GN) (Surabaya). Setelah banyaknya kemunculan-kemunculan tersebut, organisasi Gay mulai menjamur diberbagai kota besar seperti di Jakarta, Pekanbaru, Bandung dan Denpasar, Malang dan Ujungpadang. Tentunya hal ini cukup meresahkan dan mengkhawatirkan masyarakat terutama organisasi-organisasi Islam di Indonesia.

Masalah HAM





Setelah banyaknya kemunculan Organisasi Gay diberbagai belahan dunia, maka mulailah diperdebatkan masalah HAM tentang banci, dan Gay. Pada tahun 1993 : Isyu orientasi seksual masuk dalam agenda Konferensi PBB tentang Hak Asasi Manusia di Wina, Austria, tetapi ditentang oleh negara negara konservatif, termasuk Singapura. Walaupun begitu, pada tahun 1990 di Amerika, San Fransisco mulai berdiri organisasi Internasional Gay and Lesbian Human Rights Commission (IGLHRC).

Pada tahun 1994 Isyu orientasi seksual kembali mewarnai perdebatan pada Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD, Kairo, Mesir), dan ditentang pihak pihak konservatif. Indonesia secara eksplisit menolak. Di tahun yang sama pula Afrika Selatan menjadi negara pertama dengan jaminan non-diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dalam UUD-nya.

Akibat dari diskriminasi terhadap kaum Homo/ Waria/ Lesbian pada tahun 1995 Isyu orientasi seksual, diperjuangkan oleh aktivis-aktivis lesbian/ Homo/ Waria, mencuat pada Konferensi Dunia tentang Perempuan ke-2 di Beijing, Tiongkok. Kembali pihak-pihak konservatif, termasuk Vatikan dan Iran, menentangnya. Indonesia juga termasuk yang menentang.

Pada Apr 2001 Negeri Belanda menjadi negeri pertama yang mengesahkan perkawinan untuk semua orang (termasuk gay dan lesbian). Salah seorang dari pasangan yang kawin harus warga atau penduduk tetap Belanda.

Dari tahun 2001 sampai 2003 masalah HAM terhadap kaum maksiat ini semakin diperdebatkan akibat dari rasisme, dan diskriminasi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang menentang. Hal ini semakin jelas, pada saat Brasil mengusulkan kepada Komisi Tinggi PBB untuk HAM agar orientasi seksual dimasukkan sebagai salah satu aspek HAM. Pengambilan keputusan ditunda. Dalam prosesnya, Vatikan mendesak pemerintah-pemerintah Amerika Latin lainnya untuk menentang usulan ini.

Komentar penulis (Kenny G)
Dalam artikel yang saya buat kali ini memang lebih cendrung terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh laki-laki dari pada perempuan. Hal tersebut dikarenakan lebih banyak penyimpangan gender yang dilakukan lelaki dari pada perempuan.

Pendapat Pribadi
Sekarang anda sudah tahukah bukan kalau Kegiatan Homoseksual tersebut merupakan salah satu faktor awal yang memicu penyakit HIV/ AIDS. Penyakit ini bertanggung jawab atas hilangnya jutaan nyawa manusia, dan jutaan masa depan manusia di dunia ini. Oleh karena itu saya sendiri tidak melegalkan/mengakui kegiatan homo. Mengapa?, karena hal tersebut bisa mempengaruhi kaum-kaum muda untuk ikut terjerumus dalam hal tersebut. Dalam beberapa kasus penyimpangan gender sering kali terjadi akibat lingkungan yang mendukung, contohnya seperti : lingkungan yang dikelilingi waria/ homo, lingkungan tersebut dapat merubah orang normal menjadi Waria / Homo.

Yah terlepas dari hal tersebut, faktor penentu selalu dari dalam diri manusia itu sendiri, barang siapa yang kuat Imannya kepada Tuhan maka ia tidak akan terjerumus dalam hal bodoh seperti itu. Mana ada Agama yang baik yang memperbolehkan seseorang untuk menjadi Homo atau Waria?